Pada awalnya, komunikasi antar
manusia sangat bergantung pada komunikasi dari mulut ke mulut. Catatan sejarah
yang berkaitan dengan penerbitan media massa terpicu penemuan mesin cetak oleh
Johannes Gutenberg.
Di Indonesia, perkembangan
kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan
Indonesia pun menggunakan kewartawanan sebagai alat perjuangan. Di era-era
inilah Bintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode, dan Medan Prijaji terbit.
Pada masa pendudukan Jepang
mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya
ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar
Matahari, dan Suara Asia.
Kemerdekaan Indonesia membawa
berkah bagi kewartawanan. Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik
Indonesia sebagai media komunikasi. Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV,
pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi
Republik Indonesia muncul dengan teknologi layar hitam putih.
Masa kekuasaan presiden Soeharto,
banyak terjadi pembreidelan media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan
Majalah Tempo merupakan dua contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol
ini dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia
(PWI). Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Independen yang
mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa
aktivisnya dimasukkan ke penjara.
Titik kebebasan pers mulai terasa
lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak media massa yang muncul
kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi.
Kegiatan kewartawanan diatur
dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang dikeluarkan Dewan Pers dan
Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Komisi
Penyiaran Indonesia atau KPI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar